Kebijakan dividen, Teori Kebijakan Dividen, Stock Dividen, Stock Split, Repurchace of Stock lengkap beserta penjelasannya
Welcome to Epistemanedu, pada kesempatan kali ini kita akan membahas secara detail mengenai apa itu kebijakan dividen, apa saja teori kebijakan dividen dan bagaimana praktiknya. Materi ini termasuk kedalam subbab pada Manajemen Keuangan Lanjutan yang bisa kamu gunakan sebagai referensi dalam membuat tugas maupun makalah.
Daftar Pembahasan
- KEBIJAKAN DIVIDEN
- TEORI KEBIJAKAN DIVIDEN
- Dividen adalah tidak Relevan
- Bird-in-the Hand Theory
- Tax Differential Theory
- Information Content Hypothesis
- Clientile Effect
3.KEBIJAKAN DIVIDEN DALAM PRAKTIK
4.PERTIMBANGAN MANAJERIAL DALAM MENENTUKAN DIVIDEN PAYOUT RATIO
5.STOCK DIVIDEN
6.STOCK SPLIT
7.REPURCHASE OF STOCK
Dividen adalah pembagian kepada pemegang saham PT yang sebanding dengan jumlah lembar yang dimiliki. Biasanya dividen dibagikan dengan interval waktu yang tetap, tetapi kadang-kadang diadakan pembagian dividen tambahan pada waktu yang bukan biasanya. Dividen akan diterima oleh pemegang saham hanya apabila ada usaha akan menghasilkan cukup uang untuk membagi dividen tersebut dan apabila dewan direksi menganggap layak bagi perusahaan untuk mengumumkan dividen. Dividen merupakan hak pemegang saham (common stock), untuk mendapatkan bagian dari keuntungan perusahaan. Jika perusahaan memutuskan membagi keuntungan dalam bentuk dividen semua pemegang saham mendapatkan haknya yang sama. Namun pembagian dividen untuk pemegang saham preferen lebih diutamakan dari pembagian dividen pemegang saham biasa.
Pendapatan yang diharapkan oleh pemegang saham adalah pendapatan yang dihasilkan dari pembagian dividen, dimana badan usaha menyerahkan sebagian labanya, untuk kepentingan kesejahteraan pemegang saham. Dalam pembagian dividen ada istilah yaitu kebijakan dividen.
Kebijakan dividen menyangkut keputusan untuk membagikan laba atau menahannya guna diinvestasikann kembali di dalam perushaan. Kebijakan dividen yang optimal pada suatu perusahaan adalah keijakan yang menciptakan kesimbangan diantara dividen saat ini dan pertumbuhan dimasa mendatang sehingga memaksimumkan harga saham. Hal inilah yang melatar belakangi penyusunan makalah ini, lebih lanjut penjelasan mengenai Kebijakan Dividen akan dibahas dalam makalah ini secara lebih terperinci dan jelas.
Kebijakan Dividen | Pixabay |
KEBIJAKAN DIVIDEN
Kebijakan dividen atau dividend policy adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa datang. Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai dividen, maka akan mengurangi laba yang ditahan dan selanjutnya mengurangi total sumber dana intern dan internal financing. Sebaliknya jika perusahaan memilih untuk menahan laba yang diperoleh, maka kemampuan pembentukan dana intern akan semakin besar. Dengan demikian kebijakan dividen ini harus dianalisa dalam kaitannya dengan keputusan pembelanjaan atau penentuan struktur modal secara keseluruhan.
Nilai perusahaan ditentukan oleh nilai modal sendiri dan nilai utang. Sementara itu jika diperhatikan modal harga saham untuk satu perusahaan yang mengalami pertumbuhan konstanta, P0 = D1 (ke-g) menunjukkan bahwa pembayaran dividen yang lebih besar (D1) cenderung akan meningkatan harga saham. Tetapi perlu diingat bahwa pembayaran dividen yang semakin besar akan mengurangi kemampuan perusahaan dan selanjutnya akan menurunkan harga saham. Seperti halnya keputusan manajemen keuangan lainnya, kebijakan dividen juga memiliki dua aspek, yakni aspek teoritis dan aspek manajerial.
TEORI KEBIJAKAN DIVIDEN
Beberapa faktor penting yang mempengaruhi kebijakan dividen adalah kesempatan investasi yang tersedia, ketersediaan dan biaya modal alternatif, dan preferensi pemegang saham untuk menerima pendapatan saat ini atau menerimanya dimasa akan datang.
Dividen adalah tidak Relevan
Modiglani-Miller (MM) berpendapat bahwa di dalam kondisi bahwa keputusan investasi yang given, pembayaran dividen tidak berpengaruh terhadap kemakmuran pemegang saham. Lebih lanjut MM berpendapat bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh earning power. Dengan demikian nilai perusahaan ditentukan oleh keputusan investasi. Sementara itu keputusan apakah laba yang diperoleh akan dibagikan dalam bentuk dividen atau akan ditahan tidak mempengaruhi nilai perusahaan. MM membuktikan pendapatnya secara matematis dengan berbagai asumsi:
- Pasar modal yang sempurna dimana semua investor bersikap rasional.
- Tidak ada pajak perseorangan dan pajak penghasilan perusahaan.
- Tidak ada biaya emisi atau flotation cost dan biaya transaksi.
- Kebijakan dividen tidak berpengaruh terhadap biaya modal sendiri perusahaan.
- Informasi tersedia untuk setiap individu terutama yang menyangkut tentang kesempatan investasi.
Hal yang penting dari pendapat MM adalah bahwa pengaruh pembayaran dividen terhadap kemakmuran pemegang saham akan diimbangi dengan jumlah yang sama dengan cara pembelanjaan atau pemenuhan dana yang lain. Dalam kondisi keputusan investasi yang given, maka apabila perusahaan membagikan dividen kepada pemegang saham, perusahaan harus mengeluarkan saham baru sebagai pengganti sejumlah pembayaran dividen tersebut. Dengan demikian kenaikan pendapatan dari pembayaran dividen akan diimbangi dengan penurunan harga saham sebagai akibat penjualan saham baru. Dengan demikian apakah laba yang diperoleh dibagikan sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan tidak mempengaruhi kemakmuran pemegang saham.
Bird-in-the Hand Theory
Salah satu asumsi dalam pendekatan Modigliani Miller ini adalah bahwa kebijakan dividen tidak mempengaruhi tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh investor (Ke). Sementara itu Myron Gordon dan John Lintner berpendapat bahwa Ke akan meningkat sebagai akibat penurunan pembayaran dividen. Investor lebih merasa aman untuk mendapatkan pendapatan berupa pembayaran dividen daripada menunggu capital gain. Coba perhatikan kembali bahwa dari tingkat keuntungan yang disyaratkan investor, Ke = D1 / Po+g; unsur dividen yield (D1 / Po) lebih kecil risikonya jika disbanding dengan unsur pertumbuhan (g) yang diharapkan.
Sementara itu MM berpendapat dan telah dibuktikan secara matematis bahwa investor merasa sama saja apakah dividen saat ini atau menerima capital gain dimasa akan datang. Sehingga tingkat keuntungan yang disyaratakan (Ke) tidak dipengaruhi oleh kebijakan dividen. Pendapat Gordon Lintner ini oleh Modigliani Miller diberi nama bird-in-the-hand fallacy. Gordon Lintner beranggapan bahwa investor memandang satu butung ditangan lebih berharga daripada seribu burung di udara. Sementara itu MM berpendapat bahwa tidak semua investor berkeinginan untuk menginvestasikan kembali dividen mereka diperusahaan yang sama atau sejenis dengan memiliki risiko yang sama, oleh sebab itu tingkat risiko pendapatan mereka dimasa mendatang bukannya ditentukan oleh kebijakan dividen, tetapi ditentukan oleh tingkat risiko investasi baru.
Hipotesis Modigliani Miller dan Gordon Lintner Tentang Kebijakan Dividen | Epistemanedu |
Gambar diatas meunjukkan dua pendekatan tersebut. disebelah kiri MM beranggapan bahwa tingkat keuntungan yang disyaratkan investor, Ke = D1 / Po+g = 15% adalah konstan terhadap setiap kebijakan dividen. Dalam kondisi keseimbangan seperti ini, Ke tidak mengalami perubahan apakah itu berasal dari dividen yield (garis vertikal) atau berasal dari capital gain yang diharapkan (garis horizontal) matau kombinasi keduanya. Sedangkan Gordon mempunyai pendapat lain yang ditunjukkan oleh gambar sebelah kanan. Gordon berpendapat bahwa kemungkinan capital gains yang diharapkan adalah lebih besar risikonya dibandingkan dengan dividen yield yang pasti. Sehingga investor akan meminta tingkat keuntungan yang lebih tinggi dan semakin tinggi jika Ke dipergunakan untuk mensubstitusikan dividen. Sekali lagi Gordon berpendapat bahwa investor akan meminta tingkat keuntungan yang lebih tinggi untuk setiap pengurangan dividend yield.
Tax Differential Theory
Pertama harus disadari bahwa bagi investor yang dikenai pajak pendapatan perorangan, pendapatan yang relevan baginya adalah pendapatan setelah pajak. Dengan demikian tingkat keuntungan yang disyaratkan juga setelah pajak. Sekarang coba perhatikan kembali model penilaian saham dengan tingkat pertumbuhan yang konstan, Ke = D1 / Po+g. Tingkat keuntungan yang diharapkan (Ke) terdiri dari dua komponen yaitu dividen yield ditambah dengan capital gain yang diharapkan. Untuk memperoleh tingkat keuntungan setelah pajak yang diharapkan, kita harus menyesuaikan kedua komponen tersebut dengan pajak. Misalkan seorang investor berada dalam tingkat pajak pendapatan sebesar 28%. Investor tersebut dihadapkan dalam dua pilihan investasi, pertama saham dengan harga pasar (Po)= Rp 100,- dividen tahun pertama (D1)= Rp 12,- dan tingkat pertumbuhan (g)= 3%. Pilihan kedua adalah saham dengan harga pasar (Po)= Rp 100,- dividen tahun pertama (D1)= Rp 4,- dan tingkat pertumbuhan (g)= 11%. Misalkan kedua saham tersebut hanya akan dimiliki selama satu tahun.
Ke = D1 / Po+g
Ke = Rp 12/Rp 100 + 3%
Ke = 15%
Ke = D1 / Po+g
Ke = Rp 4/Rp 100 + 11%
Ke = 15%
Jika capital gain dikenakan pajak dengan tarif lebih rendah daripada pajak atas dividen, maka saham yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi menjadi lebih menarik. Tetapi sebaliknya jika capital gain dikenai pajak yang sama dengan pendapatan atas dividen, maka keuntungan capital gain akan berkurang. Namun demikian pajak atas capital gain masih lebih baik dibandingkan dengan pajak atas dividen, karena pajak atas capital gain baru dibayar setelah saham dijual sementara pajak atas dividen harus dibayar setiap tahun setelah pembayaran dividen. Selain itu periode investasi juga memengaruhi pendapatan investor. Jika investor hanya membeli saham untuk jangka waktu satu tahun, maka tidaka ada bedanya antara pajak atas capital gain dan pajak atas dividen.
Dari kedua saham tersebut investor membeli saham untuk jangka waktu satu tahun, tingkat keuntungan setelah pajak dapat ditentukan sebagai berikut:
Ke = dividen yield (1-T) + capital gain yield (1-T)
Ke = 12% (1-28%) + 3% (1-28%)
Ke = 10,80%
Ke = dividen yield (1-T) + capital gain yield (1-T)
Ke = 4% (1-28%) + 11% (1-28%)
Ke = 10,80%
Tetapi apabila investor membeli saham untuk selamanya maka tingkat keuntungan setelah pajak kedua saham tersebut, adalahh :
Ke = dividen yield (1-T) + Capital gain yield
Ke = 12%(1-28%) + 3%
Ke = 11,64%
Ke = dividen yield (1-T) + Capital gain yield
Ke = 4% (1-28%) + 11%
Ke = 13,88%
Dari contoh tersebut, seorang investor tentu lebih menyukai untuk mendapatkan capital gain yang lebih tinggi dibandingkan dividen yang tinggi. Artinya investor menginginkan perusahaan untuk menahan laba setelah pajak dan dipergunakan untuk pembiayaan investasi daripada pembayaran dividen dalam bentuk kas. Jadi, kesimpulannya investor akan meminta tingkat keuntungan setelah pajak yang lebih tinggi terhadap saham yang memiliki dividen yield yang tinggi daripada saham dengan dividen yield yang rendah. Oleh karena itu, perusahaan direkomendasikan untuk menentukan dividen payout ratio yang rendah atau bahkan tidak membagikan dividen. Pendapat kelompok ketiga ini ternyata bertentangan dengan pendapat Gordon sebelumnya. Dari ketiga pendekatan tersebut, disimpulkan bahwa:
- MM berpendapat bahwa kebijakan dividen tidak relevan. Berarti tidak ada kebijakan dividen yang optimal karena kebijakan dividen tidak mempengaruhi nilai perusahaan ataupun biaya modal.
- Gordon mempunyai pendapat lain bahwa dividen lebih kecil resikonya dibandingkan capital gain, sehingga Gordon menyarankan perusahaan untuk menentukan dividen payout ratio atau bagian laba setelah pajak yang dibagikan dalam bentuk dividen yang tinggi dan menawarkan dividen yield yang tinggi untuk meminimumkan biaya modal the-bird-in-the-hand-fallacy.
- Kelompok ketiga berpendapat bahwa dividen cenderung dikenakan pajak lebih tinggi daripada capital gain, maka investor akan meminta tingkat keuntungan yang lebih tinggi untuk saham dengan dividen yield yang tinggi. Kelompok ini menyarankan perusahaan untuk menentukan dividen payout ratio yang rendah atau bahkan tidak membagikan dividen sama sekali.
Dari ketiga pendapat diatas, hingga saat ini terdapat dua studi empiris untuk menguji hubungan antara kebijakan dividen dengan tingkat keuntungan yang disyaratkan. Pertama untuk menguji pendekatan MM. Secara teoritis, apabila diambil sampel yang diambil ternyata hubungan antara kebijakan dividen yang berbeda dengan dividen yield dan tingkat pertumbuhan adalah negative sempurna, maka hal tersebut mendukung hipotesis MM. Tetapi, jika ternyata slope garis regresi kurang minus maka mendukung pendekatan Gordon. Kemudian, jika slope atau koefisien arah garis regresi ternyata negatif lebih besar lagi, maka hipotesis tersebut mendukung kelompok ketiga.
Studi empiris di atas menyatakan bahwa slope garis regresi yang dihasilkan berkisar antara -1. Secara statistik, dua asumsi penting yang digunakan untuk membuktikan bahwa kebijakan dividen tidak relevan harus dipenuhi. Pertama, faktor lain selain kebijakan harus konstan untuk setiap sampel. Asumsi kedua harus dapat diukur tingkat ketepatan dari tingkat pertumbuhan yang diharapkan atas sampel perusahaan. Tetapi, dua asumsi di atas sulit dipenuhi mengingat kebijakan dividen tiap perusahaan berbeda-beda. Oleh karea itu, tidak dapat ditentukan secara pasti pendekatan mana yang benar dan yang salah.
Information Content Hypothesis
Apabila diperhatikan kembali, MM bermanfaat bahwa kebijakan dividen adalah tidak relevan dengan mengasumsikan baik investor maupun manajer memiliki informasi yang sama atas kesempatan berbagai kesempatan investasi. Sehingga investor dan manajer memiliki penilaian yang sama terhadap perusahaan dan kebijakan dividen atau kebijakan distribusi pendapatan di masa datang. Dalam kenyataannya manajer cenderung memiliki informasi yang lebih baik tentang prospek perusahaan disbanding dengan investor atau pemegang saham, akibatnya investor menilai bahwa capital gain lebih berisiko dibandingkan dengan dividen dalam bentuk kas.
Dalam kenyataannya yang sering terjadi bahwa pembayaran dividen selalu diikuti dengan kenaikan harga saham sedangkan penurunan dividen akan diikuti dengan penurunan harga saham. Kenyataan ini menunjukkan bahwa investor secara keseluruhan lebih menyukai pembayaran dividen daripada capital gain. Tetapi MM melihat kecenderungan ini dengan menyatakan bahwa karena perusahaan cenderung enggan untuk menurunkan tingkat dividen mereka. Sehingga perusahaan hanya akan meningkatkan dividen apabila prospek keuntungan di masa yang akan datang lebih baik atau paling tidak stabil. MM selanjutnya berpendapat bahwa prospek perusahaan dimasa datang lebih baik. selanjutnya penurunan dividen akan dilihat sebagai tanda bahwa prospek perusahaan menurun.
MM berkesimpulan bahwa reaksi investor terhadap perubahan dividen tidak berarti sebagai indikasi bahwa investor lebih menyukai dividen dibanding dengan laba ditahan. Kenyataan bahwa harga saham berubah mengikuti perubahan dividen semata-mata karena adanya kandungan informasi dalam pengumuman dividen. Sudah banyak penelitian dilakukan untuk menguji hipotesis ini, namun demikian hingga saat ini masih sulit untuk menentukan apakah perubahan harga saham yang mengikuti perubahan dividen disebabkan karena:
- Kebijakan dividen dapat dilihat sebagai tanda bagi investor disebut juga dengan signaling effect.
- Memang investor lebih menyukai dividen daripada capital gain disebut dengan preference effect.
- Kombinasi keduanya, ketidakjelasan ini menjadikan perhatian khusus untuk dilakukan studi secara mendalam.
Clientile Effect
Kita mengetahui bahwa terdapat banyak kelompok investor dengan berbagai kepentingan. Ada investor yang lebih menyukai pendapatan saat ini dalam bentuk dividen seperti halnya individu yang sudah pensiun sehingga investor ini menghendaki perusahaan untuk membayar dividen yang tinggi, tetapi ada pula investor yang lebih menyukai untuk menginvestasikan kembali pendapatan mereka, karena kelompok investor ini berada dalam tarif pajak yang cukup tinggi.
Jika perusahaan menahan laba setelah pajak yang diperoleh, maka investor yang menyukai pembayaran dividen akan kecewa. Mereka memang akan menerima capital gain, tetapi untuk menginvestasikan kembali pendapatannya menghendaki perusahaan untuk membayar dividen yang rendah, karena bagi mereka pembayaran dividen yang besar berarti pajak yang harus dibayar juga semakin besar. Ini terjadi karena mungkin kenaikan dividen mengakibatkan kenaikan tarif pajak pendapatan sehingga pembayaran dividen tidak menguntungkan dibandingkan dengan kenaikan pajak yang harus dibayar. Dengan demikian paling tidak terdapat dua kelompok investor dengan kepentingan yang bertentangan.
Dengan adanya dua kelompok investor tersebut, perusahaan dapat menentukan kebijakan dividen yang oleh manajemen dianggap paling baik. Kemudian biarakan investor yang tidak menyukai kebijakan dividen perusahaan, menjual saham mereka, dengan kata lain biarkan investor melakukan pemindahan investasi dari satu perushaan ke perusahaan lain. Tetapi perlu diingat bahwa transaksi ini berlangsung secara tidak efisien karena adanya biaya transaksi dan pembayaran capital gain sebagai akibat penjualan saham. Oleh karena itu ada kecenderungan perusahaan untuk enggan melakukan perubahan kebijakan dividen, karena perubahan kebijakan dividen mengakibatkan beberapa investor akan menjual sahamnya dan akibatnya akan menurunkan harga saham. Seperti halnya bidang yang lain, masih terdapat perbedaan pendapat tentang adanya perbedaan kepentingan ini dan tak satu kelompok pun yang dapat membuktikan kebenarannya.
Tidak jarang pula ada perusahaan yang membagikan dividen diikuti dengan penjualan obligasi. Ada dua hal penting dalam kebijakan semacam ini. Pertama, pembagian dividen tersebut digunakan untuk memberi sinyal ke pasar tentang prospek perusahaan. Harapannya adalah bahwa perusahaan kemudian dapat menjual obligasinya dengan harga yang lebih baik. hal penting kedua adalah bahwa pembagian dividen itu bermaksud untuk mengurangi agency conflict antara manajer dengan pemegang saham. Pemegang saham tidak ingin mengelola cash flow dalam jumlah yang besar. Apabila free cash flow dan laba tersebut dibagi sebagai dividen maka manajer terpaksa harus mencari pendanaan dari luar. Hal itu berarti bahwa manajer harus siap-siap untuk dievaluasi pihak eksternal dan secara tidak langsung akan memperkecil agency conflict.
KEBIJAKAN DIVIDEN DALAM PRAKTIK
Apabila perusahaan mempertimbangkan akan menginvestasikan keuntungan yang diperoleh, sementara pemegang saham menghendaki untuk menerima dividen maka perusahaan harus mengeluarkan saham baru. Bagaimana pengaruh kedua alternative tersebut? Misalkan neraca sebuah perusahan manufaktur:
Epistemanedu |
Andaikan terdapat kesempatan investasi yang memerlukan dana sebesar Rp 200.000.000, dan akan memberikan net cash flow setiap tahun sebesar Rp 50.000.000, untuk selamanya. Biaya modal sendiri sebesar 20%. Apabila perusahaan tidak akan membagikan dividen maka perlu mengeluarkan saham baru. Dengan demikian neraca perusahaan menjadi:
Epistemanedu |
Karena laba yang diperoleh diinvestasi kembali maka kas menjadi Rp 0, nilai investasi baru sebesar (Rp 50.000.000,-/20%)=Rp 250.000.000,- maka nilai modal sendiri karena perusahaan memutuskan untuk tidak membagikan dividen menjadi sebesar Rp 2.050.000,-
Seandainya perusahaan memutuskan untuk membagikan kas sebesar Rp 200.000.000,- sebagai dividen, maka apabila akan melakukan investasi baru perusahaan harus mengeluarkan saham baru. Misalkan tidak ada flotation cost, maka perusahaan harus menerbitkan saham senilai Rp 200.000.000,- . Dengan demikian neraca perusahaan setelah emisi saham baru:
Epistemanedu |
Apabila diputuskan untuk membagikan yang Rp 200.000.000,-. Maka hak pemegang saham lama hanya Rp 1.850.000.000,-. Kedua alternative tersebut dalam kondisi tidak ada flotation cost akan sama saja, karena kekayaannya tidak berubah tetap sebesar Rp 2.050.000,-. Hanya bedanya yang Rp 1.850.000,- tertanam di dalam perusahaan sedangkan Rp 200.000.000,- sudah diambil.
Sekarang apabila ada flotation cost sebesar tiga persen, maka jumlah saham baru yang harus dikeluarkan adalah sebesar Rp 206.185.567,- dimana yang Rp 6.185.567,- merupakan flotation cost. Dengan demikian kekayaan pemegang saham lama hanya sebesar Rp 200.000.000,- ditambah Rp1.843.814.433,- sehingga dapat disimpulkan bahwa apabila ada flotation cost, maka emisi saham baru kurang baru kurang baik dan kebijakan dividen mempunyai pengaruh terhadap kekayaan pemilik perusahaan. Keadaan neraca setelah emisi saham baru menjadi:
Epistemanedu |
PERTIMBANGAN MANAJERIAL DALAM MENENTUKAN DIVIDEN PAYOUT RATIO
Berikut ini faktor-faktor yang sesungguhnya terjadi dan harus dianalisis dalam kaitannya dengan kebijakan deviden:
Kebutuhan Dana Perusahaan
Kebutuhan dana bagi perusahaan dalam kenyataannya merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan kebijakan deviden yang akan diambil. Aliran kas perusahaan yang diharapkan, pengeluaran modal di masa datang yang diharapkan, kebutuhan tambahan piutang dan persediaan, pola (skedul) pengurangan utang dan masih banyak hal lain yang mempengaruhi posisi kas perusahaan harus dipertimbangkan dalam analisis kebijakan deviden. Pada pembahasan sebelumnya mengenai kebijakan deviden menganggap bahwa kebijakan deviden yang diambil telah memperhatikan kebutuhan dana termasuk investasi yang profitable. Dengan anggapan semacam ini, kebijakan deviden yang ditempuh hanya mempertimbangkan kelebihan dana di masa datang.
Likuiditas
Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam banyak kebijakan dividen. Karena dividen bagi perusahaan merupakan kas keluar, maka semakin besar posisi kas dan likuiditas perusahaan secara keseluruhan akan semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Perusahaan yang sedang mengalami pertumbuhan dan profitable akan memerlukan dana yang cukup besar guna membiayai investasinya, oleh karena itu mungkin akan kurang likuid karena dana yang diperoleh lebih banyak diinvestasikan pada aktiva tetap dan aktiva lancar yang permanen. Likuiditas perusahaan sangat besar pengaruhnya terhadap investasi perusahaan dan kebijakan pemenuhan dana. Keputusan investasi akan menentukan tingkat ekspansi dan kebutuhan dana perusahaan, sementara itu keputusan pembelanjaan (keputusan pemenuhan kebutuhan dana) akan menetukan pemilihan sumber dana untuk membiayai investasi tersebut.
Kemampuan Meminjam
Posisi likuiditas perusahaan dapat di atasi dengan kemampuan perusahaan untuk meminjam dalam jangka pendek. Kemampuan meminjam dalam jangka pendek tersebut akan meningkatkan fleksibilitas likuiditas perusahaan. Selain itu fleksibilitas perusahaan jika dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan untuk bergerak dipasar modal dengan mengeluarkan obligasi. Perusahaan yang semakin besar dan sudah establish akan memiliki akses yang lebih baik dipasar modal. Kemampuan meminjam yang lebih besar, fleksibilitas yang lebih besar akan memperbesar kemampuan membayar dividen. Dalam menentukan dividen payout ratio banyak perusahaan membandingkannya dengan industri, khususnya dengan perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang sama. Meskipun belum tentu sama, namun akan lebih mudah untuk melihat posisi perusahaan dalam industri.
Keadaan Pemegang Saham
Jika perusahaan itu kepemilikan sahamnya relative tertutup, manajemen biasanya mengetahui dividen yang diharapkan oleh pemegang saham dan dapat bertindak dengan tepat. Jika hampir semua pemegang saham berada dalam golongan high tax dan lebih suka memperoleh capital gain, maka perusahaan dapat mempertahankan dividen payout yang rendah. Dengan dividen payout yang rendah tentunya dapat diperkirakan apakah perusahaan akan menahan laba untuk kesempatan investasi yang profitable. Untuk perusahaan yang jumlah pemegang sahamnya besar hanya dapat menilai dividen yang diharapkan pemegang saham dalam konteks pasar.
Stabilitas Dividen
Bagi para investor faktor stabilitas dividen akan lebih menarik daripada dividen payout ratio yang tinggi. Stabilitas disini dalam arti tetap memperhatikan tingkat pertumbuhan perusahaan, yang ditunjukkan oleh koefisien arah yang positif. Apabila faktor lain sama, saham yang memberikan dividen yang stabil selama periode tertentu akan mempunyai harga yang relative lebih tinggi daripada saham yang membayar dividennya dalam persentase yang tetap terhadap laba.
Perusahaan A | Epistemanedu |
Perusahaan B | Epistemanedu |
Misalkan perusahaan A memiliki deviden payout ratio jangka panjang sebesar 50 persen. Dan akan tetap membagikan dividen sebesar 50 persen tanpa memperhatikan bahwa laba yang diperoleh mengalami siklis, maka perusahaan A tersebut akan tampak dalam gambar 10.2 di lain pihak perusahaan B yang memiliki laba yang sama sebesar 50 persen tetapi juga menjaga stabilitas pembayaran dividennya. Kondisi perusahaan B tampak dalam gambar 10.3. Dalam jangka panjang, total dividen yang dibayarkan akan sama untuk kedua perusahaan A dan B. Namun demikian harga pasar saham perusahaan B akan lebih tinggi dibandingkan dengan harga pasar saham perusahaan A, dengan anggapan faktor lain sama. Bagi investor pembayaran dividen yang stabil merupakan indikator prospek perusahaan dengan perusahaan yang membayar dividen tidak stabil. Dengan demikian kebijakan ini bukan hanya persentase dividen yang dibayarkan dalam hubungannya dengan laba tetapi juga bagaimana dividen yang benar-benar diterima itu dipertahankan.
STOCK DIVIDEN
Stock dividen adalah pembayaran tambahan saham (dividen dalam bentuk saham) kepada pemegang saham. Stock dividen tidak lebih dari penyusutan kembali modal perusahaan (rekapitalisasi perusahaan), sedangkan proporsi kepemilikan tidak mengalami perubahan sebagai contoh misalkan PT. Hessu memiliki struktur modal sebagai berikut :
Epistemanedu |
Epistemanedu |
Karena ada stock dividen Rp10.000,- x 30.000 lembar = Rp300.000.000,- ditransfer dari laba ditahan ke dalam saham biasa dan capital surplus. Karena nilai nominalnya sama, kenaikan jumlah lembar saham biasa sebesar Rp5.000,- x 30.000 lembar = Rp150.000.000,- sedangkan Rp150.000.000,- sisanya dimasukkan ke dalam capital surplus, dengan demikian modal sendiri tidak mengalami perubahan.
Bagi investor, dengan adanya stock dividen,ia tidak memperoleh apa-apa kecuali tambahan saham. Demikian juga proporsi kepemilikan, juga tidak mengalami perubahan. Apabila faktor lain tetap, maka penambahan jumlah lembar saham yang beredar akan mengakibatkan harga pasar saham turun, sehingga nilai keseluruhan bagi investor tidak mengalami perubahan. Misalkan seorang investor semula memiliki 100 lembar saham, harga pasarnya Rp10.000,- maka nilai keseluruhan saham yang dimiliki adalah Rp1.000.000,-. Setelah stock dividen, maka nilai pasar akan turun sebesar Rp10.000,- [1-100/105] = Rp476,19,-. Dengan demikian nilai keseluruhan saham yang dimiliki tidak memberi pengaruh bagi kemakmuran pemegang saham.
Bagi investor, apabila memerlukan dana dapat menjual tambahan saham yang diperolehnya dan seolah-olah saham yang dimiliki tidak berkurang. Stock dividen baru meningkatkan kemakmuran pemegang saham apabila perusahaan juga membayarkan dividen dalam bentuk kas. Sehingga, pemegang saham selain mendapat tambahan lembar saham juga mendapatkan cash dividen.
Tujuan perusahaan memberikan stock dividen adalah menghemat kas karena ada kesempatan investasi yang lebih menguntungkan, namun akan mengakibatkan kekecewaan bagi pemegang saham. Maka diperlukan informasi yang benar pada pemegang saham, akan kesempatan investasi di masa datang. Kebijakan stock dividen yang tidak dibenarkan bila stock dividen tersebut digunakan untuk mengatasi kesulitan finansial, karena perusahaan tidak dapat memanipulasi investor yang akibatnya harga saham akan turun. Masalahnya yang penting adalah menyangkut biaya emisi saham yang mahal, sehingga stock dividen perlu pertimbangan yang matang.
STOCK SPLIT
Stock split adalah pemecahan nilai nominal saham menjadi nominal lebih kecil. Dengan demikian, jumlah lembar saham yang beredar akan meningkat proporsional dengan penurunan nilai nominal saham. Tujuan stock split adalah untuk menempatkan harga pasar saham dalam treding range tertentu. Misalkan PT Ilessu menentukan stock split dari satu menjadi dua saham.
Epistemanedu |
Setelah stock split, maka nilai nominal saham berkurang dari Rp5.000,- per lembar menjadi Rp2.500,-, tetapi saham biasa, capital surplus dan laba ditahan tidak mengalami perubahan. Investor yang semula memiliki 100 lembar saham, setelah stock split jumlah lembar sahamnya menjadi 200 lembar, meskipun total nilainya tidak mengalami perubahan.
REPURCHASE OF STOCK
Perusahaan sering melakukan pembelian kembali saham perusahaan karena memiliki kelebihan kas, dan tidak ada kesempatan investasi yang menguntungkan. Alasan lain mungkin karena perusahaan akan melakukan penggabungan usaha dengan perusahaan lain. Dalam kondisi tidak ada kesempatan investasi yang favourable, maka pemberian dividen atau pembelian saham tidak ada dan biaya transaksi bagi investor akan sama saja. Dengan pembelian kembali, maka jumlah saham yang beredar akan berkurang dan dividen per lembar saham akan lebih besar, akhirnya harga saham akan meningkat.
Epistemanedu |
Apabila price earning ratio perusahaan tidak berubah sebesar 12 kali, maka harga pasar saham secara keseluruhan tidak mengalami perubahan yakni Rp83,33 x 12 = Rp1.000,-. Dengan demikian yang diterima investor baik lewat pembagian dividen maupun pembelian kembali adalah sebesar Rp40,-.
Untuk melakukan pembelian kembali, dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu memberikan penawaran atau dengan cara membeli langsung di pasar. Dengan tender penawaran, perusahaan membuat penawaran formal kepada pemegang saham untuk membeli sejumlah saham pada tingkat harga tertentu. Cara lain dengan membeli langsung di pasar modal, dalam hal ini peran pialang, broker akan membantu. Sebelum perusahaan melakukan pembelian saham sebaiknya perusahaan memberikan informasi terlebih dahulu kepada pemegang saham mengenai tujuan dan alasan diadakannya pembelian kembali saham perusahaan.
Keuntungan dan kelemahan pembelian kembali saham (Stock Rerpuchase)
Beberapa keuntungan baik dari pemegang saham maupun dari pandangan manajemen. Keuntungan utama yang diperoleh atas pembelian saham adalah:
- Pembelian kembali saham perusahaan dipandang sebagai indikasi bahwa saham dinilai terlalu rendah atau undervalued.
- Pemegang saham memiliki pilihan untuk menjual saham mereka atau tidak. Di lain pihak, investor yang memerlukan uang kas dapat menjual saham mereka, sedangkan yang tidak memerlukan uang kas dapat menahan sahamnya dengan harapat capital gain yang diperoleh di masa datang lebih besar.
- Dari pandangan manajemen, memberikan beberapa keuntungan. Seperti yang sudah dijelaskan, dividen bagi manajemen merupakan pilihan yang sulit. Karena manajemen enggan untuk menaikkan tingkat dividen, dengan alasan mungkin sulit untuk mempertahankan tingkat dividen yang tinggi, signaling effect yang menyatakan bahwa investor tidak menyukai penurunan dividen. Oleh sebab itu, jika kelebihan aliran kas hanya bersifat sementara, akan lebih baik bagi manajemen mendistribusikan kelebihan aliran kas dalam bentuk pembelian kembali saham perusahaan daripada pembayaran dividen.
- Salah satu cara praktis bagi manajemen untuk melakukan restrukrisasi keuangan perusahaan. Contohnya, sebuah perusahaan mungkin akan menjadi lebih baik apabila menggunakan utang lebih besar dalam struktur modalnya. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan mengeluarkan obligasi, kemudian melakukan pembelian kembali saham perusahaan dengan menggunakan dana yang berasal dari penjualan obligasi.
Kerugian yang ditimbulkan dari pembelian kembali saham, antara lain:
- Perusahaan mungkin membayar terlalu tinggi untuk pembelan kembali saham perusahaan, sehingga sangat merugikan pemegang saham yang memilih untuk tidak menjual sahamnya. Jika saham saat ini tidak begitu likuid dan perusahaan melakukan pembelian kembali saham dalam jumlah besar, maka harga saham akan cenderung turun setelah pembelian kembali saham ini.
- Tidak semua pemegang saham mengetahui implikasi pembelian kembali saham perusahaan terutama menyangkut kondisi perusahaan saat ini dan prospeknya di masa datang. Akibatnya tidak semua investor memperoleh manfaat atas pembelian kembali saham perusahaan.
- Perusahaan semestinya akan dikenakan penalti jika ternyata pembelian kembali saham perusahaan dalam jumlah yang besar ini semata-mata dilakukan untuk menghindari pajak atas dividen.
- Beberapa investor memandang bahwa pembelian kembali saham perusahaan merupakan indikasi bahwa perusahaan tidak memiliki pertumbuhan baik. Jika benar, maka pembelian kembali saham akan berakibat negatif terhadap harga saham. Namun, jika pembelian disebabkan karena tidak adanya kesempatan investasi, maka mungkin kebijakan ini memang lebih baik bagi manajemen daripada membagikannya dalam bentuk dividen. Sehingga, investor dapat melakukan investasi di kesempatan lain.
***
Sumber Referensi:
Wasesa, Supra, Muhammad Yamin Noch, Atma Hayat, dan Hamdani. 2016. Manajemen Keuangan : Prinsip dan Penerapan. Madenatera: Medan
Hayat, Atma, Muhammad Yamin Noch, Hamdani, Mohamad Ridwan Rumasukun, Abdul Rasyid, dan Murni Dahlena Nasution. 2018. Manajemen Keuangan. Madenatera: Medan
Komentar
Posting Komentar
PENTING...! Pastikan komentar anda adalah berupa pertanyaan, koreksi, atau hal serupa lainnya yang BERMANFAAT (bagi anda atau mungkin bagi pengguna lainnya dikemudian hari). Komentar yang bersifat BASA-BASI (seperti thanks, semoga bermanfaat atau hal serupa lainnya) akan kami hapus... ^-^