ARTIKEL ILMIAH AKUNTANSI PEMERINTAHAN
“Basis Akrual dalam Persfektif Syariah”
Abstrak
Basis akrual dalam persfektif syariah. Berdasarkan pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) Nomor 59 tentang penyajian laporan keuangan syariah terutama penyajian dan pengungkapan laporan keuangan untuk entitas syariah menggunakan asumsi dasar akrual. Dalam prakteknya terdapat ketidakkonsistenan tentang penerapan basis akuntansi dalam entitas syariah. Maka dari itu paper ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis basis akrual dalam perspektif syariah. Dewan syariah nasional menilai yang lebih maslahat adalah pengakuan dan pencatatan transaksi berdasarkan basis akrual ditimbang basis akuntansi lainnya. Sedangkan untuk pendapatan yang ditujukan bagi hasil dilakukan sesuai dengan pendapatan yang senyatanya telah terealisasi.
Kata Kunci: basis akrual, akuntansi syariah
Pendahuluan
Perubahan dari basis kas menuju akrual menjadi basis akrual penuh, membawa perubahan besar dalam sistem pelaporan keuangan di Indonesia hal ini dimulai dari berlakunya peraturan pemerintah nomor 71 tahun 2010 tentang standar akuntansi berbasis akrual. Perubahan basis tersebut diharapkan memberikan gambaran yang komplit atas laporan keuangan, mempu menyajikan informasi yang sebenarnya mengenai hak dan kewajiban, serta dapat memberikan manfaat dalam mengevaluasi kinerja.
Perubahan basis ini juga sebagai upaya konkrit untuk mewujudkan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara dan penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah. Basis akrual ini terdiri dari laporan pelaksanaan anggaran dan laporan finansial. Laporan pelaksanaan anggaran meliputi laporan realisasi anggaran (LRA) dan laporan perubahan saldo anggaran lebih/kurang. Sedangkan laporan finansial terdiri dari neraca, laporan operasional (LO), laporan perubahan ekuitas (LPE), laporan arus kas (LAK) serta catatan atas laporan keuangan (CaLK).
Lantas bagaimana basis akrual dalam dunia perakuntansian berdasarkan prinsip syariah ? seperti yang diperintahkan Allah SWT dalam Al-Quran, kita diperintahkan untuk senantiasa melakukan perbuatan yang benar dan jujur disertai dengan bukti-buktinya oleh orang yang berkompeten dibidangnya. Pada perintah tersebut kita diwajibkan untuk menjaga harta dan menghilangkan keragu-raguan. Hal tersebut relevan dengan prinsip akuntansi syariah diantaranya adalah memastikan bahwa pihak-pihak yang berserikat mendapatkan haknya sesuai dengan kesepakatan.
Tujuan penyajian informasi akuntansi sesuai prinsip syariah menekankan pada konsep pertanggungjawaban (accountability). Adapun tujuan dasar penyajian informasi akuntansi diantaranya: memberikan informasi keuangan dan nonkeuangan; memberikan rasa damai (salam), kasih (rahman), dan sayang (rahim) dan; menstimulasi bangkitnya kesadaran ketuhanan (god consciousnss).
Paper ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis basis akuntansi khususnya basis akrual dalam perspektif akuntansi syariah. Diskusi dan pembahasan dilakukan dengan analisis isi (content analysis). Analisis ini merupakan suatu metode diskusi dan pembahasan yang berkaitan dengan isi (pesan) dari suatu informasi atau komunikasi tertulis. Tujuan analisis isi adalah untuk mendeskripsikan, menginterpretasikan, dan mengambil kesimpulan dengan mengidentifikasi suatu obyek pembahasan secara objek dengan menggunakan prosedur ilmiah, sistematis dan generalis.
Analisis ini diharapkan dapat memiliki relevansi teoritis dan mampu memberikan pemahaman atas konsep tentang basis akuntansi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Adapun sistematika pembahasan disajikan pada tiga subbab, yaitu: mengenal basis akuntansi akrual, yaitu penjelasan mengenai basis akuntansi akrual, dilanjutkan dengan penjelasan tentang esensi tujuan akuntansi syariah, dilanjutkan dengan esensi tujuan akuntansi syariah dan basis akrual dalam persfektif syariah.
Mengenal Basis Akuntansi Akrual
Basis akuntansi merupakan prinsip dalam akuntansi yang digunakan dalam menentukan periode pengakuan dan pengukuran suatu transaksi ekonomi dalam laporan keuangan. Dalam dunia perakuntansian secara umum dikenal empat jenis basis akuntansi, yaitu: (1) basis kas, (2) basis kas yang dimodifikasi, (3) basis akrual, (4) basis basis akrual yang dimodifikasi. Selain keempat basis akuntansi diatas, dalam dunia perakuntansi di Indonesia juga dikenal basis akuntansi yang kelima yaitu basis kas menuju akrual yang diperkenalkan melalui PP nomor 24 tahun 2005 pada pengantar PSAP dalam paragraf 11. Akuntansi berbasis akrual diharapkan mampu mendukung perhitungan biaya pelayanan publik dengan lebih wajar, pengungkapan kewajiban yang lebih baik dan tepat waktu serta penyediakan informasi sumber daya ekonomi yang sebenarnya.
Pengertian Akuntansi basis Akrual (Accrual basis)
Basis akrual merupakan pilihan wajib dan menjadi keputusan yang telah diambil untuk diterapkan dalam akuntansi pemerintahan di Indonesia. Secara nyata keputusan ini disebutkan dalam Lampiran I.01 Kerangka Konseptual dalam Paragraf 42 yaitu bahwa basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis akrual.
Basis akrual didefinisikan antara lain:
Menurut Smith and Skousen dalam Buku “Intermediate Accounting” Edisi 8:
“Accrual accounting recognizes revenues as they are earned, not necessarily when cash is received. Expenses are recognized and recorded when they are incurred, not necessarily when cash is paid. This provides for a better matching of revenues and expenses during an accounting period and generally results in financial statements that more accurately reflect a company’s financial position and results of operations.”
Menurut IPSAS I:
“Accrual basis means a basis of accounting under which transactions and other events are recognized when they occur (and not only when cash or its equivalent is received or paid). Therefore, the transactions and events are recorded in the accounting records and recognized in the financial statements of the periods to which they relate. The elements recognized under accrual accounting are assets, liabilities, net assets/equity, revenue and expenses.”
Menurut Lampiran I.02 PSAP 01 dalam Paragraf 8 – PP Nomor 71 Tahun 2010:
“Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.”
Tujuan dan Manfaat Akuntansi Berbasis Akrual
Tujuan penggunaan akuntansi berbasis akrual diantaranya: laporan keuangan yang dihasilkan lebih baik dalam pengambilan keputusan; pengalokasian sumber daya dapat diketahui lebih akurat; penilaian kinerja lebih akurat karena dikaitkan pada kinerja organisasi pemerintah; kewajiban dan ekuitas yang lebih baik, pengukuran penilaian biaya suatu kegiatan (program) yang lebih baik; mengakumulasi kewajiban pembayaran pensiun; menyelaraskan/meratakan belanja modal dengan akuntansi penyusutan; mewaspadai risiko hutang yang akan jatuh tempo; memungkinkan perundingan dan penjadwalan utangyang mungkin tidak mampu dibayar dimasa depan; memberi gambaran keuangan menyeluruh tentang keuangan negara; laporan keuangan menjadi lebih transparan dan akuntabel (Bastian, 2010).
Selain itu, adapun manfaat akuntansi basis akrual diantaranya menggambarkan bagaimana pemerintah membiayai aktivutas dan memenuhi kebutuhan dananya; mengevaluasi kemampuan pemerintah saat ini untuk memenuhi kewajiban dan komitmennya; menunjukkan posisi keuangan pemerintah dan perubahan posisi keuangannya; memberikan kesempatan pada pemerintah untuk menunjukkan keberhasilan pengelolaan sumber daya yang bermanfaat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya.
Kelebihan dan Kekurangan Akuntansi Berbasis Akrual
Seperti basis akuntansi lainnya, ada beberapa kelebihan dan kekurangan dalam penerapan akuntansi basis akrual. Kelebihan penerapan basis akrual diantaranya: memberikan gambaran bagaimana pemerintah membiayai aktivitas dan memenuhi kebutuhan pendanaanya; mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi dan efektivitas serta pencapaian hasil akhir atas penggunaan sumber daya yang dikelolanya (Yanni, Randa, & Bangun, 2020). Adapun kekurangan dalam penerapan basis akrual menurut (Putra, 2014) diantaranya: biaya besar untuk menangani biaya untuk penilaian aset, biaya untuk penyiapan kebijakan akuntansi, biaya membangun sistem akuntansi baik sarana maupun prasarana, biaya untuk menyiapkan sumber daya yang kompeten; basis akrual lebih kompleks dibanding basis akuntansi kas maupun kas menuju akrual sehingga memerlukan SDM yang kompeten.
Esensi Tujuan Akuntansi Syariah
Informasi akuntansi yang disajikan harus mengomunikasikan nilai perusahaan, hal tersebut karena informasi akuntansi digunakan bagi pengambil keputusan dan sangat mempengaruhi sebuah keputusan. Jika tidak dapat mempengaruhi, maka dapat dikatakan informasi yang disajikan tidak memiliki relevansi terhadap sebuah keputusan. Informasi akuntansi dapat dikatakan mempengaruhi pengambilan keputusan jika informasi akuntansi memberikan manfaat bagi pengambil keputusan untuk melakukan prediksi, baik peristiwa masa lalu, saat ini maupun yang akan datang. Selain itu informasi akuntansi juga harus disajikan pada tepat waktu (reliable), oleh karena itu biasanya laporan keuangan disajikan secara periodik.
Tujuan penyajian informasi akuntansi berdasarkan pada prinsip syariah sama seperti prinsip akuntansi yang berlaku umum yaitu menyediakan informasi kepada pengambil keputusan. Penyajian informasi akuntansi harus memiliki nilai kebenaran (sahih), transparansi (keterbukaan), ketepatan (reliabel), transparansi dan mampu memberikan hak-hak para pemangku kepentingan. Jadi, esensi dari tujuan akuntansi syariah yaitu sebagai upaya menegakkan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan ekonomi diantara umat manusia yang membawa kemaslahatan bagi kehidupan, karena pertanggungjawaban adalah kepada allah SWT (Puspitaningsih, 2017).
Basis Akrual dalam Persfektif Syariah
Basis akuntansi dalam penerapannya harus dilakukan secara konsiten. Maknanya, walaupun akuntan bebas untuk memilih metode akuntansi mana yang mereka terapkan, namun penerapannya tidak boleh berubah baik untuk suatu periode maupun dari periode ke periode. Walaupun demikian, dalam prakteknya perubahan metode akuntansi boleh saja dilakukan apabila perubahan tersebut dapat menyajikan informasi jadi lebih baik dari metode sebelumnya. Perubahan penerapan metode akuntansi tersebut wajib diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 59 tentang Akuntansi Bank Syariah dan PSAK No. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah, penyajian dan pengungkapan laporan keuangan untuk entitas syariah menggunakan asumsi dasar akrual. Beberapa pakar akuntansi syariah berpandangan bahwa penerapan basis akuntansi akrual tidak sesuai dengan filosofi akuntansi dalam islam. Hal tersebut karena dalam prakteknya terdapat ketidakkonsistenan mengenai penerapan basis akuntansi dalam entitas syariah. Ketidakkonsistenan yang dimaksud adalah dalam pengakuan beban.
Apakah basis akuntansi akrual sudah sesuai dengan prinsip syariah? Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu ditinjau dasar hukum akuntansi syariah, yaitu Al-Quran, Sunah Nabawiyyah, Kesepakatan para ulama (Ijma), persamaan suatu peristiwa tertentu (Qiyas) dan adat kebiasaan yang tidak bertentangan dengan syariah islam. Ada beberapa pandangan dari pakar akuntansi syariah dikutip dari (Puspitaningsih, 2017) diantaranya:
Lewis dalam Azharsyah (2010):
Ada dua alasan basis akrual tidak sesuai dengan prinsip syariah yaitu:
- Apabila menggunakan basis akrual, maka entitas akan membayar zakat atas kekayaan yang belum diterima atau diperolehnya;
- Akad mudharabah mewajibkan pembagian laba jika sudah teralisasi.
Hamat dalam Azharsyah (2010):
“Apabila pendapatan dari pembiayaan mudharabah diakui berdasarkan basis akrual, maka pendistribusian laba akan mengharuskan entitas syariah menyediakan dana dari sumber lain untuk membayar bagi hasil (jika dana yang seharusnya menjadi laba tidak terhimpun, maka entitas tersebut yang menanggung kerugian).”
Sementara itu beberapa pihak-pihak yang sepakat dalam penerapan basis akrual, antara lain Adnan &Gaffikin (dalam Azharsyah, 2010) serta Attiah (dalam Azharsyah, 2010). Adnan & Gaffikin (dalam Azharsyah, 2010) menyatakan penerapan basis akrual sudah sesuai dengan prinsip syariah, hal ini karena basis akrual dapat menyajikan pencatatan harta sebagai sumber perhitungan zakat secara benar.
Pengakuan dan pencatatan dalam basis akrual baik pada pendapatan maupun beban akan memberikan kemudahan bagi entitas syariah. Walaupun demikian, jika pendapatan yang terealisasi tidak sama dengan yang diprediksikan (yang telah dicatat dan diakui). Lalu bagaimana jika bagi hasil telah dilakukan, apakah mungkin penarikan kembali atas bagi hasi yang telah dilakukan apabila koreksi penghitungan menghasilkan perbedaan penghitungan?
Sementara itu, basis kas pada pengakuan dan pencatatan beban adalah akan menyajikan informasi rill atas beban yang ditanggung dalam suatu periode. Hal yang sama juga atas pengakuan dan pencatatan pendapatan yang diterima dalam suatu periode, sehingga entitas tidak memerlukan dana cadangan untuk melakukan bagi hasil. Pendapatan yang diperoleh pada saat itu akan dibagi senilai rill yang diterima.
Dewan Syariah Nasional menyikapi permasalahan diatas, dan menyatakan lebih maslahat (faedah atau berguna) adalah pengakuan dan pencatatan transaksi berdasarkan basis akrual baik pada pendapatan maupun beban. Namun demikian, perlu dilakukan koreksi (penyesuaian) untuk distribusi pendapatan (bagi hasil) yang dilakukan berdasarkan yang telah terealisasi. Jadi pengakuan dan pencatatan pendapatan untuk tujuan bagi hasil dilakukan berdasarkan basis kas.
Kesimpulan
Prinsip syariah telah mengatur bahwa segala transaksi ekonomi harus dicatat dan disajikan berdasarkan konsep kebenaran, kejujuranm, keadilan dan pertanggungjawaban. Dewan syariah nasional menilai lebih maslahat adalah pengakuan dan pencatatan transaksi berdasarkan basis akrual baik pada pendapatan maupun beban. Sedangkan pendapatan yang ditujukan untuk bagi hasil dilakukan sesuai dengan pendapatan yang senyatanya telah terealisasi.
***
Sumber Referensi
Muam, A. (2015). Basis Akrual dalam Akuntansi Pemerintah di Indonesia. Jurnal Lingkar Widyaiswara, 39-42.
Puspitaningsih, Z. (2017). menemukan kembali paradigma pembangunan islami. Jember: Pusat Kajian Pembangunan Islami Universitas Jember.
Komentar
Posting Komentar
PENTING...! Pastikan komentar anda adalah berupa pertanyaan, koreksi, atau hal serupa lainnya yang BERMANFAAT (bagi anda atau mungkin bagi pengguna lainnya dikemudian hari). Komentar yang bersifat BASA-BASI (seperti thanks, semoga bermanfaat atau hal serupa lainnya) akan kami hapus... ^-^